Senin, 04 Februari 2008 di 03.22 |  
SEJARAH SINGKAT KABUPATEN BULUKUMBA.

Bulukumba sebagai suatu wilayah sosial budaya sudah lama dikenal dalam cerita legenda. Bahkan mitologi penamaan “Bulukumba” konon bersumber dari kosa kata bahasa bugis “buluku” dan “mupa” yang berarti “Tetap gunung milik saya”. Mitos ini pertama kali muncul pada abad ke 17 Masehi ketika terjadi perang saudara antara kerajaan Gowa dan Kerajaan Bone. Dipesisir pantai bernama “Tanakongkong”, disitulah utusan raja Gowa dan Bone bertemu. Mereka berunding secara damai dan menetapkan batas wilayah pengaruh kerajaan masing-masimg. “Bangkeng Buki” yang merupakan lereng bukit dari gunung Lompobattang diklaim oleh pihak kerajaan Gowa sebagai batas kekuasaannya mulai dari Kindang sampai willayah timur. Namun pihak kerajaan Bone bersitegang mempertahankan “Bangkeng Buki” sebagai kekuasaan wilayahnya mulai dari barat sampai selatan. Tercetuslah kalimat “Bulukumupa” yang pada dialek tertentu terjadi proses bunyi berubah menjadi “Bulukumba”. Konon, sejak itulah nama Bulukumba mulai ada, dan hingga saat ini resmi menjadi kabupaten.
Peresmian Bulukumba menjadi kabupaten, berangkat dari peristiwa kesejarahan. Serentetan produk hukum yaang telah terbit diawali dengaan undang-undang No 29 tahun 1959, tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II di Sulawesi. Ditindak lanjuti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba No. 5 tahun 1978 tentang Lambang Daerah. Akhirnya setelah dilakukan seminar sehari pada tanggal 28 Maret 1994 dengan nara sumber Prof. Dr. H.Mattulada (ahli sejarah dan budaya), maka ditetapkanlah hari jadi kabupaten Bulukumba, yaitu tanggal 4 Februari 1960 melalui Perda nomor 13 tahun 1994.
Logika penetapan hari jadi, karena simbol jati diri melalui penciptaan Lambang Daerah ditetapkan pada tanggal 4 Februari 1960 oleh DPR dan resmilah Bulukumba menjadi Daerah Tingkat II dan Andi Patarai dilantik sebagai Bupati pertama pada tanggal 12 Februari 1960.
Proses dinamisasi kelembagaan dan sistem pemerintahan daerah diawali dengan penetapan Bulukumba sebagai “onder ofdeling” dari afdeling bonthain, yang terdiri dari beberapa distrik yaitu, : Gantarang, Kindang , Bulukumba Kota, Ujung Loe, Tanete, Kajang, Bira, Ara, Tanah Beru, Tanah Lemo, Batang, Hero dan Distrik Lange-Lange.
Sikap bathin masyarakat Bulukumba untuk mengembangkan amanah persatuan didalam mewujudkan keselamatan bersama demi tercapainya tujuan pembangunan lahir bathin, material spritual, dunia akherat dikembangkan melalui suatu prinsip, “mali siparappe”,"tallang sipahua".
Nuansa moralitas itulah yang mendasari lahirnya slogan pembangunan “Bulukumba Berlayar”. Konsepsi “Berlayar”, adalah sebuah okronim dari kausalitas yang berbunyi “Bersih lingkungan, alam yang ramah”. Filosopi yang terkandung dalam slogan tersebut dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu :
1. Sejarah (Historis). Bulukumba lahir dari proses perjuangan panjang dimulai sejak jaman kolonial yang pada saat menjelang proklamasi diawali terbentuknya barisan merah putih dan laskar pemberontak Bulukumba angkatan rakyat.
2. Kebudayaan (Kultural). Kata layar mewakili pemahaman subyek perahu sebagai suaatu refleksi kreatifitas dan karya budaya yang telah mengangkat Bulukumba di percaturan kebudayaan nasional dan internasional.
3. Keagamaan (Religius). Sentuhan ajaran agama islam yang dibawah oleh ulama besar dari Sumatera, yang masing-masing bergelar Dato’ Tiro (Bulukumba), Dato Ribandang (Makassar), dan Dato Patimang (Luwu), telah menumbuhkan kesadaran religius dan menimbulkan keyakinan untuk berlaku zuhud, suci lahir bathin, selamat dunia akhirat dalam rangka tauhid “appaseuwang” (MengEsakan Allah SWT).

Dari pijakan filosofi inilah maka Kabupaten Bulukumba mengembangkan kiprah diberbagai sektor pembangunan melalui suatu visi :

“Mewujudkan Bulukumba sebagai pusat pelayanan di Bagian selatan Sulawesi Selatan yang bertumpu pada kekuatan lokal dan bernafaskan keagamaan”.

Diposting oleh anha's blog

0 komentar: